Rabu, 19 September 2012

“Aku Ingin Ibu dan Adik ku Selamat”


“Aku Ingin Ibu dan Adik ku Selamat”


Ketika aku duduk di bangku kelas 2 SMP, pada saat itu ibuku tengah mengandung 7 bulan ketika itu ayah ku tidak ada di rumah untuk waktu yang cukup lama karena sesuatu hal yang tidak bisa di ceritakan hingga terjadi hal lain yang tidak di inginkan ketika jam 03:00  dini hari pada tanggal 25 Desember 2006 aku terbangun karena mendengar rintihan ibuku yang merasa kesakitan, saat aku menghampiri ibuku di kamarnya, ia tergeletak tak berdaya dengan lumuran darah di kamar dan kasurnya  membuat aku panik dan bergegas memberitahukan kepada tetangga sekitar agar dapat membantu ibuku yang sedang mengalami pendarahan hebat yang tak kunjung berhenti. Waktu sudah menunjukan jam 04:30 namun aku dan ibu ku harus menunggu setengah jam lagi untuk menunggu tukang ojeg yang akan mengantarkan kami pada bidan terdekat karna rumah kami terletak cukup pelosok sehingga untuk menempuh jarak menuju jalan raya pun sangat jauh.
Tukang ojeg yang kami tunggu pun akhirnya datang juga dan aku segera mengantarkan ibu menuju Bidan Neneng yaitu bidan terdekat dari tempat tinggal kami. Menunggu berjam-jam penuh kesabaran tanpa di temani ayah disisiku dan ibu yang sedang berjuang antara hidup atau mati untuk mempertahankan adikku yang masih berada di dalam kandungaannya, selama menunggu aku hanya dapat berdo’a semoga saja ibu dan adik ku dapat selamat dan dalam keadaan sehat. Aku masih belum diizinkan menghirup nafas lega, tiba-tiba bidan meminta ku untuk mengambil berkas-berkas ASKESKIN / GAKIN ( berkas tanda keluarga miskin), kemudian aku menanyakan dimana berkas itu di simpan oleh ibuku lalu aku bergegas mengambil apa yang telah di intruksikan ke rumah dengan di antar oleh tukang ojeg dan sesegera mungkin kembali untuk menyerahkan berkas itu pada ibu dan membawa perlengkapan melahirkan seperti kain, popok, baju bayi, dll.
Akhirnya aku tau ternyata bidan tidak sanggup menangani ibu ku karena ia bilang ibuku harus di operasi di rumah sakit dan beliau hanya bisa membantu membuat surat rujukan ke rumah sakit terdekat di Purwakarta, dengan penuh perjuangan aku menahan badan ibu agar tidak terjatuh dari motor ojeg yang kami tumpangi untuk menuju jalan raya, ternyata perjuangan ku belum selesai, sambil membawa barang bawaan dan berkas-berkas, aku pun mesti memapah ibu ku untuk menunggu angkutan kota ke tempat yang lebih teduh, dengan penuh kepolosan pada waktu itu aku nyaris menyerah dan menangis untuk menghentikan satu saja angkutan kota agar bisa membawa kami menuju rumah sakit yang menjadi rujukan Bidan Neneng, namun aku tak mau membuat ibu sedih melihat aku patah semangat sehingga akhirnya perjuangan ku tidak sia-sia akhirnya ada supir angkutan kota yang mau berbaik hati mengangkut kami sebagai penumpang bahkan di antarkan sampai ke tempat tujuan di depan rumah sakit di Purwakarta karena mengetahui keadaan ibuku yang sangat memprihatinkan, setibanya di rumah sakit para perawat laki-laki bergegas membawa ibu ke ruang perawatan dan salah satu dari mereka bertanya pada ku, “adik mana ayahnya?, tolong kasih tau ayahnya untuk segera meregistrasikan agar ibunya adik dapat segera di tangani oleh dokter” jelas seorang perawat namun ia tak mendapat jawaban apapun dari ku karena hanya hati ku yang berbicara, “Ya Allah Elsa  hanya punya uang Rp.36.000, mudahkanlah pertolongan mu agar ibuku segera di tangani dokter” do’a ku penuh harap. “adik kenapa?” tanya salah satu perawat laki-laki yang iba kepadaku sehingga aku memberanikan diri untuk membuka suara,”Pak saya di suruh bidan untuk bawa barang-barang ini dan berkas ini, tapi tadi kata perawat saya suruh registrasi tapi saya tidak punya uang pak” jawab kusambil membendung air mata yang nyaris tumpah. “ Adik datang aja ke sana kemudian kasih berkas – berkas ini dan minta tolong pada ibu atau bapak di sana untuk meregistrasikannya,,,” jelas bapak perawat yang baik itu, sehingga ibuku bisa di tangani dokter dengan segera. Kini aku berharap ibu dan adik ku dapat selamat dan di tangani di sini.
Menunggu memang hal yang sangat menyebalkan namun aku akan tetap setia menunggu untuk ibu dan adikku, meski jujur ini pertama kalinya aku kerumah sakit tanpa di temani siapa-siapa karna hanya aku dan ibu sehingga aku harus belajar untuk menjadi anak yang dewasa untuk mengatur segala sesuatunya, besyukur semuanya begitu terasa mudah karna Allah, “ Dik, kamu di panggil ibu mu, temanilah ibumu di ruang bersalin” panggil dokter menitah aku masuk kedalam ruang bersalin.”ibu belum melahirkan?, ibu baik-baik saja? Adik gimana bu keadaannya kata dokter?” pertanyaan bertubu-tubi yang muncul akibat kekhawatiraan ku kepada keduanya karna rasa sanyangku. “ ibu dan adik  baik - baik saja kata dokter, ibu minta tolong sama elsa ya, dokter bilang ibu harus di operasi di rumah sakit besar di bandung karena di sini ruang operasinya sedang diperbaharui. Kamu kabari om di rumah kalau untuk ke bandung rumah sakit menyediakan ambulans dengan biaya 1 juta rupiah dan segera mungkin kembali kesini ya, ibu percaya kamu nak, hati-hati di jalan ya nak, maafkan ibu” jelas ibu panjang lebar dan aku dengan sigap mengingat semua perkataan ibu dan kembali ke rumah untuk kabari om di rumah (om adalah adik ibu yang tinggal tidak jauh dari rumah).
Semuanya terjadi begitu cepat, ada tetangga yang berbaik hati bersedia meminjamkan mobilnya agar ibu bisa di bawa ke rumah sakit besar di bandung, sesampainya di rumah sakit entah apa yang terjadi ternyata rumah sakit menyediakan ambulans secara gratis untuk ibuku, sehingga kami bisa sesegera mungkin pergi menuju kota kembang. Tiba di rumah sakit besar ini aku terkagum melihat besar dan megahnya bangunan juga bingung hingga sampai aku di ruang bersalin bersama ibu, aku duduk di depan ruang bersalin bersama banyak orang yang menunggu salah seorang dari 10 ibu hamil yang akan melahirkan hari itu, diam termenung dalam lamunan yang membawa aku dalam buaian rasa iri melihat di sekelilingku penuh dengan orang-orang yang menantikan kelahiran bayi dengan penuh harap cemas, sedang aku Sendiri di Rumah Sakit sebesar ini dan menatap jam dinding besar yang menunjukan pukul 08:55. ”Elsa lelah”desah ku pelan.
“keluarga dari ibu Siti Maesaroh” panggil suster yang keluar dari ruang bersalin, “ya suster saya anak nya” jawab ku dengan lemas karena seharian belum makan dan nyaris kehabisan energi, “ayah mu mana dik?” tanya suster, “gak ada suster” jawab ku lemas, “sanak saudara” tegasnya kembali, dan suster hanya mendapat gelengan kepala dari ku yang membuatnya tiba-tiba memelukku. “Suster tolong cepat, ibu siti maesaroh harus segera di persiapkan ke ruang operasi, kamu ambilah sana darah golongan B ke bank darah dekat receptionist dan bawa berkas mu ini  kesana kemudian kamu segera kembali karna ibu mu akan segera di operasi” jelas sang dokter dengan wajah tak ramah.
Aku bergegas menuju bank darah meski aku tidak tahu, aku berusaha menanyakan pada semua orang yang aku jumpai di lorong tumah sakit, sesampainya di bank darah aku tidak bisa mengambil darah golongan B yang di minta oleh dokter karna persoalan keuangan dan hanya memakai kartu tanda GAKIN (Keluarga Miskin). Dengan kecewa dan deraian air mata aku berlari pontang panting ke ruang bersalin sambil mengusap air mataku dan mencoba menghentikan air mataku dan berjalan pelan ketika akan sampai di ruang bersalin. Di depan ruang bersalin ada suster yang menunggu ku sambil menggendong bayi yang di tutupi oleh sehelai kain, di luar ruang bersalin nampak ramai dengan semua orang yang menatapku dengan wajah aneh penuh iba, “ ibu sudah melahirkan suster, ini adikku? Dia selamat kan suster” tanyaku penuh harap, kemudian aku mendapatkan jawaban memilukan yang ku dengar dari segala penjuru manusia yang mengelilingi ku dan mengusap pundak ku dengan rasa kasihan hingga Kristal beningpun meleleh dan membanjiri pelupuk mataku,
“innalillahi wa inna ilaihi rajiun” rintih ku perlahan.
“sabar ya nak”, “yang sabar ya dik”, “yang kuat ya dek”, “malangnya nasib mu nak”, bisikan-bisikan dari orang – orang di sekelilingku. Aku meraih adikku untuk aku gendong dengan deraian air mata yang tak berhenti mengalir, dan suster mengantar ku menuju ruang penimbangan bayi yang cukup jauh dari tempat bersalin, di sepanjang lorong rumah sakit semua mata tertuju pada ku penuh iba hingga  aku sampai di ruang penimbangan bayi. Di ruang penimbangan bayi ada dua anak laki-laki yang juga baru lahir. Aku menatap salah satunya sambil berangan seandainya saja adikku yang selamat, “Ya Allah berikan tempat yang terindah untuk adikku ini jika memang disisi mu ia lebih bahagia” do’aku penuh tulus untuk adikku yang begitu ku nantikan. “dek adiknya mau di makamkan di mana?” tanya dokter wanita yang ada di ruangan penimbang bayi, “di Cikopo – Purwakarta bu” jawabku. “oh ya tinggal kabari keluarganya saja untuk menyiapkan sejumlah uang untuk menyewa ambulans sebesar 1,5 juta” terang dokter kembali, “tapi dok saya tidak punya uang” terang ku berharap ada solusi yang lebih baik,” ya sudah antarkan saja dulu adik mu ini ke ruang jenazah, oh ya ini saya punya kardus kopi, kamu bisa pakai untuk mengirim paket jenazah adikmu jika memang kamu tidak punya uang biayanya jauh lebih murah hanya 300 ribu” jelas sang dokter yang terlihat ingin aku segera enyah dari hadapannya, hal yang paling perih adalah kardus kopi ini yang membuat aku berfikir dimanakah letak hati nurani dokter perempuan itu, dia juga adalah seorang ibu dan perempuan tapi begitu teganya memberikan solusi yang tidak manusiawi meski adik ku masih bayi dan tengah meninggal namun bagi ku tetap ia adalah manusia,”semoga dokter itu di beri kesadaran” Do’aku di hati  ketika membuang kerdus kopi itu sambil menangis.
Aku tidur di lantai di samping tempat tidur ibu ku di ruang rawat dengan beralaskan tikar dan pada saat jam menunjukan pukul 05.00 pagi aku terbangun oleh basahnya lap pel dan pukulan ringan di wajah dari orang yang akan membersihkan ruang rawat ibu melahirkan, aku terbangun dan bergegas keluar dan bersandar di tembok rumah sakit yang berwarna kekuningan perlahan aku tersungkur dan memeluk kaki ku sembunyi dan menangis meratapi kejamnya perilaku manusia yang memandang sebelah mata orang-orang yang tidak bertahtakan harta di saksikan rembulan yang enggan pergi dan ikut bersedih dan awan hitam kemerahan yang akan berubah jadi biru namun enggan pergi dengan segera untuk menemaniku dalam balutan kesedihan yang begitu dalam.

Yang lebih menyedihkannya lagi ibuku tau kejadian pagi itu dan memeluku ketika pagi menjelang saat aku mengantarkan sarapan untuknya, ia memeluku dengan erat dan berkata “maafkan ibu nak kamu harus mengalami hal yang menyedihkan dan sepahit ini, wajahmu sakit ya nak?, kamu udah sarapan nak?” aku hanya bisa menangis dalam pelukan ibu dan berbisik dalam hati, “Aku sayang ibu, dan aku hanya ingin ibu dan adik selamat”,  aku mendapatkan semuanya jawaban dari do’aku ibu yang kembali sehat dan adik yang tengah bahagia di tempat yang indah di sisi Allah SWT.
Dari sepenggal cerita ini saya hanya ingin menyampaikan pesan kepada semua dokter dimana pun berada agar tetap melayani pasien dengan baik, dengan ada atau pun tanpa uang, karena semua orang membutuhkan pertolongan, bukan hanya si kaya tapi si miskin pun butuh uluran tangan dokter-dokter yang berjiwa besar, memiliki hati nurani dan jiwa yang manusiawi. Dengan harapan agar tidak ada lagi orang-orang yang mengalami hal seperti saya atau bahkan lebih menyedihkan lagi. Berilah pertolongan kalian meski hanya sedikit namun itu begitu berarti karna kita semua manusia yang memiliki derajad yang sama kecuali amal ibadahnya di  mata Allah SWT.


Rabu, 05 September 2012

Elsa Reawaruw: “Face Painting”

Elsa Reawaruw: “Face Painting”

“Wisata Banyu Mudal Bumiayu”


“Wisata Banyu Mudal Bumiayu”

Banyu Mudal adalah nama tempat pemandian yang ada di Bumiayu - Jawa tengah tempat ini sudah ada sangat lama sekali dan menjadi sumber mata air satu-satunya yang tidak pernah kering meski datang musim kemarau berkepanjangan. Yang menjadikan tepat ini favorit adalah airnya yang bening dan menyegarkan karna berasal dari mata air yang tak pernah berhenti mengalir.
Mengapa warga sekitar menyebutnya banyu mudal karena airnya mengalir terus menerus dengan begitu derasnya akan tetapi tidak pernah kering meski air itu terus mengalir setiap waktu entah di pakai atau pun terbuang begitu saja dan mengalir menuju Kali Keruh yang ada di belakang tempat banyu mudal itu

Bagi sebagian masyarakat keberadaan Banyu Mudal ini sangat menguntungkan untuk melakukan aktivitas sehari – hari seperti mencuci, mandi bahkan untuk di bawa dan digunakan sebagai air bersih untuk memasak ataupun minum, namun bagi sebagian orang lagi ada yang mempercayai bahwa mata air banyu mudal ini berkhasiat sebagai obat segala macam penyakit, obat awet muda, bahkan tidak sedikit yang melakukan aktivitas mistis di tengah malam di mata air banyu mudal ini, ada juga yang mempercayai orang yang mandi di banyu mudal ini akan terlihat awet muda dan ketika malam hari banyak bidadari yang singgah untuk mandi di sana.
Dulu pun pernah ada kepercayaan meskipun mata air banyu mudal ini dimasukan 8 kerbau  untuk menutup lubang mata air banyu mudal tidak akan pernah berhenti mengalir  di karenakan pernah ada sapi yang terperosok kedalam  lubang mata air ini  dan lenyap terhisap dan hilang namun mata air ini tetap mengalir bersih dan bening tanpa bau, sehingga ada juga yang percaya jika kita melempar koin dan mengajukan permohonan maka akan segera terkabul permohonannya. Namun kembali lagi mari kita sikapi dengan realistis bahwa tempat wisata ini adalah anugrah dari Allah SWT yang harus kita jaga sebagai amanah untuk merawat dan menggunakannya untuk kebaikan.
Keasrian tempat yang tak pernah terjamah karena belum banyak orang yang mengetahui keberadaan tempat ini kecuali warga sekitar Bumiayu, tempat ini biasanya ramai di saat lebaran tiba karna banyak orang rantauan yang merindukan asrinya lingkungan wisata  yang tak  terjamah di kampung halamannya meski hanya untuk sekedar mandi atau jalan-jalan di sekitar kawasan banyu mudal dengan pemandangan sawah ladang, kali keruh yang terbentang, jembatan kereta api bumiayu serta pemandangan pegunungan yang mengelilingi Bumiayu.













Tempat indah nan asri menjadikan hati tentram dan nyaman untuk berlama-lama di sana…..

“Face Painting”


“Face Painting”
Add caption

Face painting adalah kata lain dari lukisan di wajah,  bagi sebagian orang ada yang familiar dengan face painting yang biasanya di gunakan untuk make up drama kolosal, drama musical, syuting film, festifal, dll.
Contoh Face PaintingNamun masih banyak sekali yang belum mengetahui mengenai face painting, di sini saya hanya akan memberikan gambaran pada sebagian orang yang mungkin penasaran ataupun belum mengetahui tentang face painting. Sebenarnya face painting ini sangat unik karena pada umumnya painting itu di aplikasikan pada kertas, kanvas, tembok, jalan, dll, namun kini manusia makin cerdas dalam berexperimen dengan aplikasi yang lain sehingga kini wajah pun menjadi salah satu alikasi dari seni painting.


Mungkin ada yang berfikiran apakah tidak merusak wajah? Jawabannya tentu tidak akan merusak wajah karena bahan yang di gunakan untuk melukis di wajah bukan lah cat yang biasa di gunakan nutuk melukis pada kanvas atau tembok, karena setiap instrument memiliki bahan pewarna cat nya masing-masing, apabila obyeknya adalah kanvas tentu yang di gunakan adalah cat kanvas lukis, jika obyeknya adalah tembok maka bahan yang di gunakan adalah cat tembok, nah ini jawabannya apabila obyeknya adalah wajah maka yang di pakai adalah alat make up yang memang di peruntukan atau di gunakan pada wajah dan memang benar-benar aman dalam pemakaiannya.
Bagi yang lebih mengetahui tentang ilmu pengetahuan, sejarah, atau berasal dari mana adat istiadat atau budaya  Face Painting berasal bisa sharing dengan saya di sini dengan berkomentar atau berbagi cerita