“MENULIS SEBUAH IMAJINASI”
(Melihat setitik noktah hitam dari berbagai
sudut)
“Bentuk
sebuah titik, tak lebih seperti lingkaran yang memiliki diameter 0.001
milimeter. Lalu, bagaimana jika titik tersebut dijadikan sebuah tema dalam
menulis?”
Tentu
saja hal pertama yang terbersit dalam benak masing-masing orang adalah kalimat
Tanya, “Bagaimana bisa?” __bukannya sebuah jawaban. Kurang lebih dari mayoritas
jawaban hampir seperti itu. Namun lain halnya dengan beberapa orang yang
berkumpul dalam sebuah komunitas kepenulisan, ataupun kesusasteraan secara
umum. Subyektifnya, masing-masing orang haruslah memberikan sebuah pemikiran
(pandangan :read) yang berbeda.
Bayangkan jika dalam komunitas itu berdiri lima, sepuluh, atau bahkan lima
puluh sampai seratus orang. Maka dari setitik tema tersebut, akan muncul
seratus bahkan dua ratus lebih imajinasi dari setiap orangnya. Dari sebuah
kronologi diatas, maka dapat diambil sebuah garis besar bahwa dari hal sekecil
apapun imajinasi dapat dikembangkan menjadi sedemikian rupa.
Menurut
pemikiran hemat Al-Faroby, imajinasi
adalah sebuah ingatan lama yang terkombinasi dengan ingatan baru yang tersusun
secara universal maupun tersusun setelah dilakukan pemilahan. Sistematisnya
kurang lebih seperti diatas, definisi, tujuan dan objek sebuah imajinasi jika
kita uraikan tidak akan menemukan sebuah kesimpulan yang akurat. Hal tersebut
dikarenakan sifat dari imajinasi itu, semakin
kita gali semakin dalam pula imajinasi itu.
***
Menulis,
dalam hal tersebut diperlukan sebuah kecenderungan imajinasi yang kuat bagi
setiap penulisnya. Imajinasi yang kuat ada, karena terbentuk dengan sendirinya,
ada juga imajinasi yang dibentuk oleh dirinya
(penulis :read). Dalam menulis,
ada sebuah anggapan bahwa “Jika ingin menulis, tulislah apa yang kamu ketahui”
dan “Jika ingin menulis, tulislah apa yang bisa kamu tulis” __dari kedua
anggapan tersebut dapat kita simpulkan bahwa seorang penulis, pertama,
haruslah dapat me-remaining
ingatan (imajinasi) yang telah terkumpul dimasa lalu dan sekarang kemudian me-make ulang menjadi sebuah hasil tulisan
yang baru. Kedua, penulislah haruslah dapat menciptakan imajinasi baru,
yang tidak terpaku pada imajinasi apapun. Sedikitnya, inilah salah satu buah
dari pemikiran Al-Faroby yang dapat kita ambil.
Masih banyak hal yang dapat kita pelajari dari pemikiran pakar-pakar
kesusasteraan terkemuka, seperti Al-Kindy, Leo Tolstoy, Ernest Hemingway, dll.
Kemudian dari berbagai pandangan mereka yang berbeda-beda itu, dapat kita
aplikasikan untuk menulis sebuah
imajinasi. Bagaimana sebuah imajinasi itu terbentuk dan dibentuk kemudian
dibentuk-ulang kembali dan lagi. Sebagai contoh kecil saja, dari sebuah pantun
dapat kita kembangkan menjadi sebuah puisi, dari puisi kemudian menjadi cerita
pendek, dari cerita pendek kemudian menjadi cerita bersambung, kemudian kita
kembangkan lagi menjadi sebuah novelet yang akhirnya dapat kita jadikan sebuah
novel. Dari satu hal kecil seperti titik noda hitam yang berdiameter 0,001
milimeter pun dapat kita kembangkan seperti halnya diatas. Sehingga tidak ada
sebuah kemungkinan sekecil apapun “apapun itu” yang tidak dapat kita kembangkan
menjadi sebuah tulisan.
Bersambung …
*Jika dilanjutkan, seperti yang
telah saya tulis. Penjelasan ini tidak akan menemukan ujung, maka sekiranya hal
tersebut dapat menjadi materi pembuka dalam rutinan online kita saat ini. Dari
materi diatas, semoga dapat menumbuhkan motivasi pertanyaan, sanggahan, ataupun
saran dari seluruh anggota.
*Oleh: MD. Andi Ardana